ARGUMEN ALKITAB TENTANG PERNIKAHAN DAN PERCERAIAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang Masalah
Sebagian budaya dalam
sejarah menghargai pentingnya pernikahan dan kelanggengannya lebih dari
budaya-budaya lain, sebagian seperti dunia barat abad 21, memandang rendah,
menyepelekan dan tidak menghargai perkawinan.
Di Negara kita Indonesia
sendiri sudah banyak terjadi kasus Kawin Cerai. Ketika kita menonton
Infotaiment atau membaca Koran kita bisa membaca atau melihat baik dimedia masa
dan media Elektronik kasus perceraian bukanlah hal yang tabu lagi tapi menjadi
kasus yang biasa apalagi dikalangan selebritis dengan mudahnya mereka berganti
pasangan,menikah lagi dengan orang lain yang menurut mereka adalah pasangan
yang cocok dan akhir-akhir ini kasus kawin cerai sepertinya menjadi konsumsi
public yang layak untuk diperbincangkan mereka sepertinya tidak merasa malu
ketika hal-hal yang menyangkut masalah pribadi atau rumah tangga mereka
dikonsumsi oleh public.
Bercermin Dari hal-hal
diatas karena kurangnya pemahaman tentang makna Pernikahan yang sesungguhnya
bahkan banyak diantara mereka adalah orang-orang percaya yang tidak memahami
arti penting dari pernikahan sehingga mereka dengan mudahnya melakukan
Perceraian.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
Pernikahan itu menurut pandangan Alkitab?
2.
Bagaimanakah
tanggapan Alkitab tentang Perceraian?
C. Tujuan Penulisan
1.
Dengan
memahami Alkitab dengan Benar kita dapat menghargai Makna perkawinan yang
sesungguhnya.
2.
Untuk
memberikan jawaban yang tepat kepada orang Kristen dan non Kristen yang
memiliki pemahaman yang kurang tepat tentang Perceraian.
BAB II ARGUMEN ALKITAB MENGENAI PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
A.
Menurut Perjanjian Baru
Pernikahan adalah suatu kemitraan yang
permanen yang dibuat dengan komitmen di antara seorang wanita dan pria. Ada dalam Alkitab, ”Dan
sesudah itu Ia berkata, 'Itu sebabnya laki-laki meninggalkan ibu bapaknya dan
bersatu dengan istrinya, maka keduanya menjadi satu.' Jadi mereka bukan lagi
dua orang, tetapi satu. Itu sebabnya apa yang sudah disatukan oleh Allah tidak
boleh diceraikan oleh manusia” (Matius 19:5-6, BIS).
Bagaimana seharusnya hubungan
suami-suami kepada istri-istri mereka? Ada dalam Alkitab,“Hai suami, kasihilah
isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya
baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya
dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan
diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi
supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi
isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya
mengasihi dirinya sendiri” (Efesus 5:25-28). Suami-suami seharusnya menghormati
istri-istri mereka. Ada dalam Alkitab,”Demikian juga kamu, hai suami-suami,
hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah
mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu
jangan terhalang” (1 Petrus 3:7).
Bagaimana seharusnya hubungan istri-istri
kepada suami-suami mereka? Ada dalam Alkitab, Hai isteri, tunduklah kepada
suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti
Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami
dalam segala sesuatu” (Efesus 5:22-24).
Petunjuk apakah yang diberikan
sehubungan dengan pasangan perkawinan? Ada dalam Alkitab, Janganlah mau menjadi
sekutu orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus; itu tidak cocok. Mana
mungkin kebaikan berpadu dengan kejahatan! Tidak mungkin terang bergabung
dengan gelap” (2 Korintus 6:14).
Romantika dan karunia seks diberkati
oleh Allah apabila dilakukan dalam ikatan perkawinan. Ada dalam Alkitab,”Sebab
itu, hendaklah engkau berbahagia dengan istrimu sendiri; carilah kenikmatan
pada gadis yang telah kaunikahi -- gadis jelita dan lincah seperti kijang.
Biarlah kemolekan tubuhnya selalu membuat engkau tergila-gila dan asmaranya
memabukkan engkau” (Amsal 5:18-19). *BIS = Bahasa Indonesia Sehari-hari.
Sebagai mempelai laki-laki (Mat.
25:1-13 ; Mrk. 2:15 ; bnd. Mat. 22:1-4). Dia memberkati perkawinan yang
terjadi di Kanaan (Yoh. 2:1-11). Dalam ajaran-Nya, Dia tidak membedakan martabat laki-laki dan perempuan di
hadapan Allah.
Paulus memiliki pandangan yang agak
berlainan dengan penulis Injil Matius. Di satu sisi Paulus tidak menganjurkan
perkawinan sebagai pilihan utama dalam hidup (1Kor 7,7),akan tetapi di lain
sisi Paulus sangat menghargai perkawinan. Paulus menegaskan pada jemaatnya
bahwa perintah Yesus agar orang yang telah menikah tidak bercerai (1Kor
7,10-11)
Akan tetapi, Paulus juga terbuka pada
berbagai persoalan yang terjadi dalam perkawinan. Salah satu tanggapannya
adalah memperkenankan adanya perceraian dari orangkristiani yang menikah dengan
orang yang non-kristiani dengan syarat-syarat tertentu.
Perkawinan kristiani bukan hanya
merupakan tanda hubungan antara Kristus dan Gereja- Nya, melainkan
kehidupan bersama dalam perkawinan ikut ambil bagian dalam misteri agung dari kasih Kristus yang tak
terputuskan dengan Gereja-Nya. Jadi, cinta kasih antara Kristusdan Gereja-Nya
kini hadir dan terpantul dalam cinta kasih suami-istri dalam
sakramen perkawinan.
Pernikahan itu adalah Anugerah Allah
yang tidak ternilai harganya. Tuhanlahyang menetapkan lembaga keluarga. Oleh
sebab itu, peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan merupakan persekutuan hidup
yang tidak bisa dibatalkan oleh manusia dan dilakukan sebagai proses uji
coba. Pernikahan itu merupakan penyerahan diri, tubuh dan jiwa kepada Tuhan
dankepada pasangannya. Pernikahan mempunyai dasar yang teguh yang didasarkan
dariungkapan Yesus Kristus “ Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh
diceraikan manusia”,(Mat 19:6). Dengan demikian pernikahan Kristen di ikat atas
suatu perjanjian yang murni dihadapan Allah, bukan di ikat oleh perasaan
manusia saja.
Markus 10:8-9 Allah
mengokohkan pernikahan dalam Ayat ini maksudnya adalah kesatuan yang disebut
satu daging ini adalah ciptaan-pekerjaan Allah ,bukan manusia Ayat 9 dalam markus
10 Karena apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia,jadi
walaupun dua orang memutuskan untuk menikah dan orang lain yang berwenang yang
mengesahkan kesatuan itu hanya bersifat sekunder actor utamanya adalah
Allah.Allah menciptakan kesatuan yang kudus ini dengan tujuan yang kudus untuk
menunjukkan kekuatan kasih ikatan perjanjianNya yang tak dapat dihancurkan,
maka manusia tidak berhak menghancurkan apa yang telah diciptakan Allah.
B.
Menurut
Perjanjian Lama
Ikatan permanen antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan dalam perkawinan yang diresmikan oleh Allah
sendiri sebelum kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 1:26-27). Perkawinan dalam
PL diterima sebagai suatu norma umum (tidak ada kata "bujangan" dalam
bahasa Ibrani). Ketika Allah memberikan Hawa kepada Adam, dikatakan,
"Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" (Kej.
2:23) sebagai pengakuan Adam akan keserupaan dan kesepadanannya dengan Hawa.
Hubungan permanen perkawinan/pernikahan yang harmonis yang diciptakan oleh
Allah ini rusak setelah manusia jatuh dalam dosa. Dan sejak itu, institusi
pernikahan menjadi kabur dan akibatnya manusia lebih cenderung untuk merusak
daripada mempertahankannya. Dalam seluruh PL ada ditunjukkan bentuk-bentuk
penyelewengan pernikahan yang dilakukan oleh nenek moyang bangsa Israel,
misalnya dalam praktek-praktek poligami dan perceraian.
Kejadian 2:24-24 “ Sebab
itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya sehingga keduanya menjadi satu daging.Pernikahan adalah satu kesatuan
sangat mendalam seperti kristus dan gereja adalah satu tubuh Roma12:5.
C.
Menurut Sudut Pandangan Etika Kristen
Allah memaksudkan Pernikahan Kristen
menjadi satu komitmen seumur hidup antara satu pria dan satu wanita. Sementara
hubungan Pernikahan tidak meluas sampai kekekalan,pernikahan dimaksudkan untuk
seluruh waktu kita bersama-sama didunia.Perceraian tidak pernah dibenarkan
,bahkan karena Perzinahan.Perzinahan adalah dosa dan Allah tidak menyetujui
dosa manapun maupun terputusnya pernikahan.Apa yang dipersatukan Allah tidak
boleh diceraikan oleh manusia.(Matius 19:6).
Pernikahan adalah lembaga yang sakral
yang tidak boleh dicemarkan oleh Perceraian khususnya oleh perceraian yang
terjadi berulangkali.,Orang Kristen harus melakukan segala sesuatu dengan
sekuat tenaga untuk mengagungkan Standar Allah mengenai Pernikahan monogami
seumur hidup.
D.
Menurut Sudut Pandang Iman Kristen
Apa yang dipersatukan
Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.(Matius 19:6). Pada dasarnya Perceraian
dibenci oleh Tuhan,Pernikahan hanya dapat diakhiri oleh kematian 1 Korintus
7:39 Dalam
Maleakhi 2:13-16 ada serangan yang tidak mengenal kompromi terhadap perceraian,
yang memuncak dengan kecaman yang terang-terangan: "Aku membenci
perceraian, firman Tuhan, Allah Israel". Tidak ada kecaman atas poligami
yang setajam atau dilengkapi dengan argumen teologis yang kuat seperti itu,
barangkali karena poligami hanya merupakan "perluasan" pernikahan
yang melampaui batasan monogami yang dimaksudkan Allah, tetapi perceraian sama
sekali menghancurkan pernikahan. Dalam kata Maleakhi, perceraian berarti
"menutup [diri] dengan kekerasan"". Poligami menggandakan
hubungan tunggal yang Allah kehendaki, sedangkan perceraian menghancurkan
hubungan itu atau mengandaikan hubungan itu sudah hancur.
E. Perceraian
Pandangan mengenai perceraian, adalah penting
untuk mengingat kata-kata Alkitab dalam Maleakhi 2:16a: “Sebab Aku membenci
perceraian, firman TUHAN, Allah Israel.” Menurut Alkitab, kehendak Allah adalah
pernikahan sebagai komimen seumur hidup. “Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia" (Matius 19:6). Meskipun demikian, Allah menyadari
bahwa karena pernikahan melibatkan dua manusia yang berdosa, perceraian akan
terjadi. Dalam Perjanjian Lama Tuhan menetapkan beberapa hukum untuk melindungi
hak-hak dari orang yang bercerai, khususnya wanita (Ulangan 24:1-4). Yesus
menunjukkan bahwa hukum-hukum ini diberikan karena ketegaran hati manusia, bukan
karena rencana Tuhan (Matius 19:8).
Kontroversi mengenai apakah perceraian dan
pernikahan kembali diizinkan oleh Alkitab berkisar pada kata-kata Yesus dalam
Matius 5:32 dan 19:9. Frasa “kecuali karena zinah” adalah satu-satunya alasan
dalam Alkitab di mana Tuhan memberikan izin untuk perceraian dan pernikahan
kembali. Banyak penafsir Alkitab yang memahami “klausa pengecualian” ini
sebagai merujuk pada “perzinahan” yang terjadi pada masa “pertunangan.” Dalam
tradisi Yahudi, laki-laki dan perempuan dianggap sudah menikah walaupun mereka
masih “bertunangan.” Percabulan dalam masa “pertunangan” ini dapat merupakan
satu-satunya alasan untuk bercerai.
BAB
III PENDAPAT AGAMA-AGAMA LAIN TENTANG
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
A.
AGAMA KATOLIK
Apa yang telah dipersatukan Allah,
tidak boleh diceraikan manusia" (Mat 19:6). Hukum ini tetap berlaku, tidak
hanya untuk perkawinan Katolik, tapi juga perkawinan agama lain, dan perkawinan
adat. Gereja Katolik pun tidak boleh menceraikan perkawinan agama lain.
Tapi tak semua perkawinan gereja itu
sah. Ada perkawinan yg sudah diberkati di gereja, ternyata cacat hukum sehingga
tidak sah, alias nihil, alias Nol. Perkawinan disebut cacat hukum jika
melanggar 1 saja dari 15 impedimentum dirimens (halangan yg membatalkan):
1.
Usia
terlalu muda. Menurut Gereja, umur Kawin minimal pria 16 th, wanita 14 th.
2.
Ikatan
Perkawinan lain (masih punya isteri/ suami).
3.
Ikatan
sumpah-kekal pastor, bruder atau suster.
4.
Hubungan
keluarga terlalu dekat (ayah-anak, kakek-cucu).
5.
Hubungan
semenda, (mertua, menantu).
6.
Hubungan
yang tidak sehat (dengan anak angkat, saudara tiri, kumpul kebo).
7.
Paksaan
atau penculikan.
8.
Kriminal
(pembunuhan jodoh terdahulu).
9.
Perbedaan
agama.
10.
Impotensi
pada pihak pria. (Tapi kemandulan pada pihak wanita, tetap sah!!).
11.
Tipu-muslihat
mengenai sifat jodoh (ternyata penjahat besar atau pembunuh).
12.
Menolak
sifat dan tujuan perkawinan. Kalau hanya tidak tahu saja, tetap sah.
13.
Menentukan
prasyarat perkawinan.
14.
Perkawinan
di luar gereja.
15.
Tidak
waras mental.
Walaupun sebuah perkawinan katolik sudah
berusia 7 tahun, anaknya 2, dulu diberkati meriah oleh Bapa Uskup dan pesta 3
hari 3 malam di hotel berbintang 5, tapi jika ternyata melanggar 1 saja dari 15
halangan tsb., perkawinan tsb. cacat hukum, tidak sah, alias nihil, alias Nol.
Annihilasio
(peng-Nol-an) hanya bisa diputuskan oleh 2 pengadilan gereja (2 keuskupan) yg
sepakat nihil (Nol). Pengadilan sipil tidak berhak menceraikan. Tiap pengadilan
gereja punya 3 anggota: iudex hakim, defensor vinculi pembela ikatan
perkawinan, dan advocatus diabolicus (pengacara “setan”) yg mengusulkan
perceraian. Lalu Annihilasio yg disepakati 2 keuskupan dikirim ke Vatikan untuk
disahkan. Jika pengadilan gereja yg satu bilang “oke” tapi yg lain “tidak” maka
perkawinan tetap sah & tak bisa diceraikan.
B.
AGAMA ISLAM
Sebagaimana nabi umat Muslim mempunyai
seorang isteri di bawah usia, demikianlah Islam memperbolehkan seorang pria
dewasa menikahi gadis di bawah usia. Termasuk mengawini anak tirinya. “....anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka
tidak berdosa kamu mengawininya...” (Qs
4:23).
Islam juga memandang perceraian adalah
baik. Seorang suami dapat mengganti isterinya dengan isteri lain (Qs
4:20). Namun, bila si pria menginginkan wanita yang sudah
diceraikannya, dia dapat mengawininya kembali (Qs 2:230). Seorang pria
Muslim juga dapat mengawini isteri-isteri pria non-Muslim (Qs 60:10).
C.
AGAMA BUDHA
Perkawinan
adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
sesuai dengan Dhamma. Dengan pengertian ini maka jika memang
perkawinan itu tidak mungkin lagi dipertahankan jalan yang terbaik adalah salah satu pihak
mau mengalah dan menahan diri demi keutuhan rumah tangga dan anak-anak yang
menjadi tanggung-jawabnya dn membutuhkan perhatian dari kedua orang tuanya.
Kecuali kalau belum ada anak, maka perceraian bisa dilaksanakan bila tidak disertai
rasa benci dan dendam satu sama lain. Jadi harus dilaksanakan secara baik baik,
dan dikembalikan kepada keluarganya secara baik-baik pula. Inilah yang
dimaksudkan dengan penceraian yang sesuai dengan Dhamma.
D.
AGAMA HINDU
Tujuan pernikahan (pawiwahan) menurut agama Hindu adalah
mendapatkan keturunan dan menebus dosa para orang tua dengan menurunkan seorang
putra yang suputra sehingga akan tercipta keluarga yang bahagia di dunia
(jagadhita) dan kebahagiaan kekal (moksa).
Agama Hindu tidak menginginkan adanya
perceraian. Bahkan sebaliknya, dianjurkan agar perkawinan yang kekal hendaknya
dijadikan sebagai tujuan tertinggi bagi pasangan suami istri. Dengan
terciptanya keluarga bahagia dan kekal maka kebahagiaan yang kekal akan
tercapai pula. Ini sesuai dengan agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab
suci Veda perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung
sekali dalam hidup manusia. Hal tersebut disebutkan dalam kitab Manava
Dharmasastra IX. 101-102 sebagai berikut:ajaran Veda dalam kitab Manava
Dharma sastra III. 60.
BAB IV PENUTUP
Konsep perkawinan yang ideal adalah
perkawinan antara satu laki-laki dengan satu perempuan, yang membentuk kesatuan
yang sangat intim, bukan hanya dalam fisik, tetapi dalam psikis, cinta, kasih,
ekonomi dan segala kesulitan dalam kehidupan. Banyak hal yang dapat kita
pelajari tentang Pernikahan yang sesuai dengan konsepnya Allah dan kudusnya
pernikahan itu, ketika kita mengetahui makna sesungguhnya dari pernikahan itu.
kita tidak akan mudah untuk melakukan hal-hal yang akan membuat Pernikahan
tercemar hanya karena melihat kekurangan dan perbedaan dari pasangan dan dengan
mudah mengambil keputusan untuk mengakhirinya dengan Perceraian karena
sesungguhnya Arti penting dari Pernikahan adalah hal yang agung karena
pernikahan meneladani sesuatu yang agung dan kasih yang mengikat laki-laki dan
perempuan didalam pernikahan adalah Kasih yang agung sebagaiman kristus
mengasihi jemaat.
Dan Allah sangat menentang perceraian
karena Alkitab dengan jelas menulis apa yang dipersatukan Allah tidak boleh
diceraikan manusia.karena itulah ikrar pernikahan Alkitabiah hanya memiliki
satu batasan sampai kematian memisahkan atau seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar